Wednesday, May 14, 2014

DIARI SANG ZOMBIGARET: THE STALKING DEAD

Sudah sebulan aku mengisolasi diriku didalam kamar lembab ini. Ya, hanya sendiri. Aku sedang menjalani kehidupan layaknya mayat hidup. Sudah habis kemauanku untuk keluar dari sini sambil menatap dunia yang penuh warna dan memikirkan cita-cita apa yang harus kukejar diusia mudaku. Tahun lalu masih. Dan sejak hari terkutuk itu aku mulai menarik diriku pelan-pelan, dari seorang muda  dengan semangat berapi-api, menjadi seorang penyendiri yang duduk menghabiskan hari dengan rasa sakit.
Aku menyebut hari itu sebagai hari terkutuk dalam hidupku karena menurut dokter aku terkena kanker tenggorokan. Terkutuk karena ia menghentikan langkahku untuk mengejar impianku menjadi penyanyi. Terkutuk karena sekarang aku mengerang kesakitan dan tidak tahu harus berbuat apa selain meratapi nasib.
Masih jelas dalam ingatanku saat-saat dimana hasrat mudaku mengantarkanku ke ruang-ruang audisi; mendaftarkan diri sebagai calon bintang; bernyanyi dari panggung kecil satu ke panggung kecil lainnya; memperdengarkan rekamanku ke studio-studio dan dengan percaya diri menganggap pita suaraku sebagai anugerah yang harus aku rawat, sampai akhirnya langkahku terhenti sama sekali- bahkan disaat aku belum meraih apa-apa.
Aku mau menyalahkan dia. Orang yang dulu kusebut sebagai teman. Dialah yang memperkenalkanku dengan sebatang rokok…kemudian naik menjadi dua batang perhari… lalu sebungkus… dan lama-lama aku ketagihan.  Aku tidak tahu dari mana anggapanku, tetapi sekarang aku melihat ini adalah bagian dari kelicikannya untuk menjauhkanku dari karir yang hendak kucapai. Pita suaraku rusak seluruhnya. Dan dia? dia kini hidup bebas dengan impiannya, sedangkan aku? Sedikit lagi maka aku benar-benar menjadi mayat.
 Temanku itu harus mendapat balasan yang sama. Sama seperti zombie yang menggigit untuk memindahkan virus ke tubuh orang lain, maka aku ingin dia menderita, persis seperti aku.
Balas dendam…ya! Balas dendam. Senjata yang akan kugunakan bukan berasal dari gigitanku, tapi rokok. Benar! Dia harus menderita juga karena rokok.
Maka aku mulai berpikir permainan apa yang harus kubuat…

Hari Pertama
Untungnya aku masih punya simpanan uang dari pentas terakhirku. Selebihnya sudah habis kugunakan untuk berobat kesana kemari. Ideku lantas mengajakku menggunakan uang tersebut untuk membelikan sesuatu bagi teman terbaikku itu. Sekotak cerutu bermerek produksi luar negeri yang kupesan dari sebuah toko online. Harganya tidak murah. Tapi bagiku, harga itu tidak akan sebanding dengan kepuasanku nanti. Lengkap dengan bungkusan menarik, kualamatkan langsung kerumahnya, berharap agar ia tertarik untuk mencobanya. Dan diam-diam kumata-matai aktivitasnya lewat jejaring sosial. Aku benar-benar penasaran dengan apa yang akan terjadi padanya.

Hari Kedua
Sialan! Tidak ada berita bagus yang kudapat pada beranda pertemananku dengannya di dunia maya. Sebaliknya, kulihat ia memposting gambar bahwa ia sedang berlatih band dengan antusiasnya. Rasa dendamku semakin bertambah. Seharusnya aku yang berada diposisi itu. Ia sudah mencuri suaraku. Apa lagi yang bisa kulakukan. Berteriak dalam kamar sepi ini untuk melampiaskan kekesalanku justru hanya akan memperparah nyeri di tenggorokanku.

Hari Ketiga
Apa aku telah salah menulis alamat rumah? Kenapa ia tidak menyinggung sedikitpun kalau ia menerima hadiah dariku? Biasanya hal itu sering dilakukannya kalau ia menerima pemberian orang lain. Dengan bangganya ia akan memamerkan kepada orang-orang yang membaca statusnya kalau ia sedang memiliki ini, memiliki itu. Tapi kali ini kenapa tidak kubaca hal serupa pada layar telepon genggamku? Apa ia tahu dengan rencana yang sudah kususun? Tidak adil! Ia harus menghisap cerutu itu. Ia harus menghisapnya sampai habis. Ia juga harus merasakan perih, kering dan panasnya tenggorakan ini. Harus!

Seminggu Kemudian
Sia-sia saja. Aku dibuatnya lelah menguntit apa yang sedang dikerjakan olehnya dari pagi hingga malam, kemudian pagi lagi. Begitu seterusnya selama tujuh hari berjalan. Aku menyerah dengan dendamku. Karena faktanya ia malah semakin bahagia diluar sana. Aku semakin sakit hati membaca kabar-kabar yang ditulisnya bahwa ia menerima kontrak tawaran dari sebuah label. Coba kalau tidak kuikuti nafsu merokokku saat itu sekalipun ia menawariku. Jelas aku bisa lebih baik dari dia. Tapi apa kini dayaku? Aku memang ingin sembuh. Aku memang ingin menyudahi dendamku. Aku ingin punya kehidupan lagi. Tapi semuanya terlambat bagiku. Suaraku pelan-pelan memudar. Aku semakin kurus, bibirku hitam, mataku sayu, rambutku acak-acakan. Kuku-kuku di tangan dan kakiku menguning. Aku hampir utuh menjadi zombie. Dan persis seperti dalam film-film, aku terpukul kalah oleh lawanku yang seharusnya menjadi “korban gigitanku”.

Sebulan Kemudian    
 Kupegang handphone ditanganku dengan tangan gemetar. Kondisiku semakin melemah. Tulang-tulangku semakin kelihatan saja karena menahan sakit berkepanjangan. Kubuka akun jaringan pertemananku sebagai penghilang suntukku selama ini. Apa lagi yang bisa kulakukan untuk menghibur diriku? Menampakkan diriku keluar dari bangunan ini? Orang-orang pasti akan lari melihatku. Leherku bengkak dan berwarna merah, kadang ada darah menetes keluar dari mulutku kalau aku berbatuk keras. Jelas aku sudah mencapai tingkat kepenuhanku sebagai zombie.  Virus itu berhasil merusak jaringan-jaringan ditenggorokanku dan sebentar lagi akan meluas. Mungkin saja hingga ke otakku. Itu sebabnya aku menghabiskan detik-detik terakhirku dengan cara yang kusenangi. Memandangi foto-foto masa laluku bersama teman-temanku sambil membaca kabar-kabar terbaru dari mereka. Tapi bagaimanapun, selalu saja timbul rasa iri, terutama dengan kesehatan mereka. Mereka bebas ke mall sambil tertawa lepas, aku disini hanya bisa mengeluarkan senyum kecil karena kalau aku tertawa pasti seluruh rongga dalam leherku seperti ditusuk.  Mereka bebas menyantap apa saja sambil memamerkan lewat gambar: gue sedang lunch. Sedangkan aku? Air putih yang kutelan rasanya pahit. Sepahit kenyataan yang harus kujalani. Aku memang sudah tidak memendam dendam atas penderitaanku ini. Tidak lagi. Sampai sejenak mataku terhenti pada tulisan yang baru saja kubaca.
Tuhan, Kenapa Harus Adik Saya? demikian bunyi tulisan itu. Diketik dari seberang sana oleh seseorang yang pernah menjadi sasaran kemarahanku. Aku penasaran tentang kejadian apa yang sedang menimpanya. Kuputuskan akan mengikuti perkembangan dirinya lewat jaringan pertemanan ini lagi

Tiga Bulan Kemudian
Virus itu semakin menyebar. Ia merusak jaringan tenggorokanku. Bahasaku kini hanya berbentuk raungan. Semua yang melekat pada penampilan luarku juga telah berbeda 360 derajat. Aku bahkan ngeri dengan diriku. Keuangan kosong memperparah keadaanku.  Tapi itu belum seberapa. Aku benar-benar merasa diriku sesosok zombie saat mengetahui kalau aku sudah mendapatkan korban.
Yah, akulah biang utama seseorang terkena virus yang kurang lebih sama denganku. Bedanya ia menyerang bagian paru-paru orang itu. Aku menjadi penyebab seorang tanpa salah mengidap kanker paru-paru. Itulah alasan kenapa tiga bulan ini  kuhabiskan untuk menguntit perkembangan mereka. Ya, memang benar dugaanmu. Yang kumaksud dengan mereka adalah dia dan adiknya. Dia yang pernah kuinginkan kematiannya sayangnya justru adiknya yang perlahan-lahan akan menjadi mayat hidup seperti aku. Rupanya sekotak cerutu yang pernah kukirimkan itu diterima oleh adiknya. Diam-diam remaja belia dengan rasa ingin tahu yang besar ini menggunakannya di dalam kamarnya. Dia ketagihan menghisapnya, bahkan setelah itu dia berpindah dari merek rokok yang satu ke merek rokok yang lain. 
Aku merasa berdosa. “Gigitanku” telah salah sasaran. Aku menciptakan kematian pada orang yang tidak layak menerimanya. Untuk menebusnya aku kini berjanji, disisa hidupku ini aku akan menggunakan fasilitas-fasilitas pertemanan secara elektronik yang ada untuk menyerukan tentang bahaya rokok pada orang-orang di luar sana. Kuharap pesan ini juga bisa sampai kepadamu bila dengan senang hati ada yang mengirimnya secara berantai. Tunggu saja di inboks-mu, karena aku tidak mau virus ini nantinya merusak organ-organmu juga.
Dari aku, si Zombi Garet.



Tuesday, April 16, 2013

ANDIEN

ANDIEN - MILIKMU SELALU


Jalani kisah kasih denganmu
Gelak tawamu s'lalu kurindu
Manisnya warna warni cintaku
Kunikmati hari bersama
Dirimu dihatiku

*
Jika sesaat engkau merasa
Jenuh meraja di dalam dada
Tidakkan sayang aku menjauh
Ku akan menunggu kembali
Hadirmu disisiku

Reff:
Saat hati menyepi kasihku kan bersemi
Menemanimu kekasih
Dalam hangat dunia kian menyapa
Walau hatimu ragu
Kasihku kan merayu
Tentang kita tentang cintamu
Cinta indah itu di dalam kalbu

VIERRA

VIERRA- JADI APA YANG KAU INGINKAN

Kau tak sepenuhnya sendiri
Aku kan slalu ada di sini 
Mengapa oh mengapa dirimu 
Penuh dengan rasa bimbang
*Tak perlu kau pergi tuk mencari
 Mencari arti cinta

Reff :Aku sendiri di sini menunggu
 Aku sendiri di sini menanti 
Aku tak terbiasa untuk berharap
 Berlari untuk mengejar dirimu 
Dalam menggapai semua impiku 
S'moga kau kan tetap jadi apa yang ku inginkan

Mengapa oh mengapa dirimu
 Penuh dengan rasa bimbang
AUDI-ARTI HADIRMU

Bunga-bunga layu
Tak mengapa asal kau tumbuh di sampingku
Malam telan cahaya
Tak mengapa asal kau sinari cintamu
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Mimpi buruk menyapa
Tak mengapa asal kau ada di pelukku
Tiada pernah berjumpa
Tak mengapa asal kau ada di khayalku
* segala bujuk rayumu
Buat sejuta ragu
Jantungku pun memacu
Di sini ku berdiri
Reff: mencoba mengerti arti hadirmu
mengerti sinar di wajahmu
mengerti tenangnya jiwaku
akhirnya ku mengerti
diriku memang untuk kau miliki
Bagai mentari pagi
Menyapa diri lewat hangatnya tatapmu
Kini mimpi di indahku
Tlah terwujud jagalah binar cintaku

"Home"

Hold on, to me as we go
As we roll down this unfamiliar road
And although this wave (wave) is stringing us along
Just know you're not alone
Cause I'm gonna make this place your home

Settle down, it'll all be clear
Don't pay no mind to the demons
They fill you with fear
The trouble it might drag you down
If you get lost, you can always be found

Just know you're not alone
Cause I'm gonna make this place your home

Ooo-oo-oo-oo-oo-oo-oo. Oo-oo-oo-oo [x2]
Aaa-aa-aa-aa-aa-aa-aa. Aa-aa-aa-aaaaaa [x4]

Settle down, it'll all be clear
Don't pay no mind to the demons
They fill you with fear
The trouble it might drag you down
If you get lost, you can always be found

Just know you're not alone
Cause I'm gonna make this place your home

Thursday, December 15, 2011

damn, i am very love this country song

If I die young, bury me in satin
Lay me down on a bed of roses
Sink me in the river at dawn
Send me away with the words of a love song

Uh oh, uh oh

Lord make me a rainbow, I'll shine down on my mother
She'll know I'm safe with you when she stands under my colors, oh and
Life ain't always what you think it ought to be, no
Ain't even grey, but she buries her baby

The sharp knife of a short life, well
I've had, just enough time

If I die young, bury me in satin
Lay me down on a, bed of roses
Sink me in the river, at dawn
Send me away with the words of a love song

The sharp knife of a short life, oh well
I've had just enough time

And I'll be wearing white when I come into Your Kingdom
I'm as green as the ring on my little cold finger,
I've never known the loving of a man
But it sure felt nice when he was holdin' my hand
there's a boy here in town says that he'll love me forever
Whoever thought forever could be severed by

The sharp knife of a short life oh Well,
I've had just enough time

So put on your best boys and I'll wear my pearls
what I never did is done

A penny for my thoughts,
Oh no,
I'll sell em' for a dollar
They're worth so much more after I'm a goner
and maybe then you'll hear the words I've been singing
funny when you're dead how people start listenin'

If I die young, bury me in satin
Lay me down on a, bed of roses
Sink me in the river, at dawn
Send me away with the words of a love song

Uh oh (uh, oh)
The ballad of a dove (uh, oh)
Go with peace and love
Gather up your tears, keep 'em in your pocket
Save them for a time when you're really gonna need 'em, oh

The sharp knife of a short life, oh well
I've had just enough time

So put on your best boys and I'll wear my pearls

Saturday, November 19, 2011